Breaking

Post Top Ad

Your Ad Spot

Wednesday, May 25, 2011

Nabi Sulaiman - Siri 1


Pernahkah kita memikirkan atau menggambarkan bagaimana langkah-langkah Nabi Sulaiman as dalam mewujudkan cita-cita peradaban dan budayanya kerana apa yang dilakukan baginda bukanlah sesuatu yang kecil melainkan tradisi-tradisi yang merupakan bahan bangunan peradaban itu sendiri.
Untuk memahami langkah-langkah Nabi Sulaiman as membangun peradaban ini, yang pertama sekali yang perlu difahami adalah kerja-kerja yang dilakukan baginda merupakan kerja kolektif untuk membangun sebuah tujuan yang besar.


Kerja secara kolektif ini merupakan unsur terkuat dari peradaban itu sendiri sehingga obsesi proses pembangunan itu sendiri adalah obsesi kolektif.
Seiring dengan kesedaran secara kolektif inilah, kita sebagai umat Islam terutama yang bergabung dalam gerakan-gerakan Islam melakukan perlumbaan dalam kebaikan. Inilah yang kini menjadi ‘trend’ positif di kalangan umat Islam.
Al-Qur’an membolehkan bahkan menganjurkan perlumbaan semacam ini dengan istilah‘fastabiqul khairat’.
Perlumbaan yang dibangunkan bukanlah untuk menjatuhkan antara satu sama lain, tapi saling melengkapi piramid peradaban Islam.
Mengambil inspirasi bagaimana Nabi Sulaiman as membangun kerajaannya dengan keunggulan budaya, maka kita perlulah diajak untuk mentadabbur Al-Qur’an dan menghidupkannya dalam realiti alam gerakan kita ketika ini.
Di antara ayat-ayat yang berkait dengan ‘trend’ perlumbaan itu adalah ayat-ayat yang berkenaan dengan keunggulan budaya Nabi Sulaiman as dan kerajaannya yang termaktub dalam surah An-Naml ayat 15 hingga 44.
Untuk memahami paparan 30 ayat kisah Nabi Sulaiman as, ada baiknya jika kita kaitkan dengan realiti global ketika ini.
Di zaman globalisasi ini, kita melihat kelemahan dan kemunduran umat Islam dalam berbagai segi dimulai dengan ketidakmampuan umat Islam dalam bersaing menghadapi perkembangan ekonomi, politik dan ketenteraan antarabangsa yang sangat kompetitif.
Ketidakmampuan ini menjadi lebih parah dengan kenyataan bahwa umat Islam dan terutama generasi mudanya menelan (bukan sekadar ditelan) nilai-nilai globalisasi yang sudah di’Baratkan’.
Anak-anak muda ketika ini lebih bangga dengan dunia material hasil keringat ibu bapa mereka. Pada masa yang sama mereka pun tidak peduli dengan realiti umat yang terperosok di jurang kemiskinan. Kekuatan-kekuatan ekonomi global telah berhasil melenakan generasi mudanya yang sebenarnya mereka berpotensi untuk menjadi pemimpin di tahun-tahun yang mendatang.

Persoalannya ialah apakah yang mesti dilakukan oleh gerakan Islam dalam menghadapi tentangan globalisasi ketika ini?
Jawabannya boleh kita dapati dengan merujuk kepada kisah Nabi Sulaiman ini, iaitu membangun tradisi yang unggul.
Kita semua memahami bahwa globalisasi adalah :
  1. Idea.
  2. Proses.
  3. Ruang neutral.
Jadi, terpulang kepada siapa yang mengendalikannya, maka globalisasi akan berpihak kepadanya.
Islam memiliki nilai-nilai sejagat yang sebenarnya sangat berpotensi untuk mengendalikan dunia global. Namun, faktanya mengapa Barat yang jelas hanya bersifat lokal (just in the West) dapat mengendalikan globalisasi menjadi ‘westernisasi’ atau proses pembaratan. Akibatnya banyak bangsa yang secara neutralnya memiliki sifat-sifat khas masing-masing melalui fasa globalisasi, tiba-tiba sahaja mereka telah di’baratkan’.
Nabi Sulaiman as adalah raja yang memiliki penguasaan luas di era global di zamannya. Ia mengendalikan kerajaannya dengan semangat persaingan yang kuat sehingga bangsa dan masyarakat yang tersentuh dengan dakwah globalnya akan ter’sibghah’ atau tercelup dengan nilai dan cahaya Islam.
Oleh kerana itu, membangun persaingan bererti membangun keunggulan peradaban. Al-Qur’an secara lengkapnya telah merakamkan jejak-jejak Nabi Sulaiman as membangun kekuatan diri dan kerajaannya. Di sinilah kemudiannya kita akan memahami rahsia di sebalik kehebatan Nabi Sulaiman dan sistem kerajaan yang dibangunnya.

KUALITI PEMIMPIN PERADABAN
Kisah-kisah kehebatan dan kebesaran Nabi Sulaiman as (yang kemudiannya diselidiki lalu menjadi obsesi bagi orang-orang Yahudi untuk mengembalikan kemegahannya, yakni membangun kembali kerajaan Solomon di dunia) ini memberi inspirasi kepada kita untuk menghadirkannya di zaman kini.
Anggaplah kerajaan Nabi Sulaiman ini adalah organisasi antarabangsa yang handal dan institusi yang lengkap seperti di zaman sekarang kerana baginda pernah berdoa agar diberikan kerajaan di mana kemegahan dan kehebatannya tidak dapat ditandingi di zamannya dan di zaman yang akan datang.
Sekarang mari kita lihat apakah elemen-elemen yang unggul yang dimiliki oleh kerajaan Nabi Sulaiman dan menerapkan keunggulan budayanya dalam institusi gerakan kita.
PERTAMA : TRADISI ILMIAH YANG KUAT
“Dan sesungguhnya Kami telah memberi ilmu kepada Daud dan Sulaiman.” (QS An Naml : 15)
Kita tahu bahwa semua nabi dan kebanyakan manusia mendapat ilmu, tapi mengapa Allah swt menekankannya pada Nabi Daud dan Sulaiman. Ini tiada lain melainkan kerana inilah tradisi pertama dan utama yang diisyaratkan oleh Allah pada hamba-hambaNya agar menjadi keutamaan.
Era globalisasi adalah era ilmu pengetahuan dan teknologi. Maka menjadi keutamaan untuk membekalkan diri dengan pengetahuan terlebih dahulu. Membekalkan pengetahuan bererti meningkatkan ilmu dan wawasan dengan pembelajaran diri yang intensif bukan dengan ukuran  nilai yang tinggi tapi hasil tiruan. Bangsa yang maju bukanlah bangsa yang meniru tapi bangsa yang banyak membuat penerokaan baru dan berinovasi.

Pada ayat itu juga, Allah mengisyaratkan dua peribadi yang mewakili dua generasi yang berbeza. Hal ini mengisyaratkan kepada kita bahwa komunikasi terbaik antara generasi ini adalah komunikasi pengetahuan.
Negara, jamaah dan gerakan yang kuat tradisi ilmiahnyalah yang akan memenangi persaingan zaman. Sekali lagi, di sini seolah-olah Al-Qur'an mengatakan bahwa mereka yang memiliki tradisi meniru dan menciplak tidak akan mendapat tempat yang terhormat di setiap zamannya.
Perhatikanlah bagaimana Nabi Daud dan Sulaiman bersikap terhadap ilmu yang Allah lebihkan kepada mereka di mana keduanya mengucapkan :
"Segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dari kebanyakan hamba-hambanya yang beriman." (QS An Naml :15)

KEDUA : PROSES PEMBENTUKAN YANG KUKUH DAN PROAKTIF
“Dan Sulaiman telah mewarisi Daud.” (QS An Naml : 16)
Perhatikan ayatnya di mana, sebagai generasi penerus, Nabi Sulaiman menjadi ‘fa'il’ atau pelaku yang proaktif mewarisi kelebihan-kelebihan ayahnya bahkan melebihi keunggulan kapasiti yang dimiliki oleh ayahnya.
Al-Qur'an dengan begitu cermat menyatakan bahwa, bukanlah Daud yang mewariskan kelebihannya pada Sulaiman melainkan Sulaiman yang proaktif meningkatkan kapasitinya seperti dan bahkan melebihi ayahnya.
Warisan yang dimaksudkan bukanlah harta tetapi KENABIAN. Rasulullah saw sendiri pernah mengatakan bahwa para Nabi tidak mewariskan harta pada anak-anak mereka. Ibnu katsir mengatakan bahwa harta-harta sepeninggalan para Nabi menjadi sedekah bagi umatnya.

Pembentukan yang kukuh akan menjadi baik jika disokong oleh tradisi generasi pendahulu yang kuat dan sikap proaktif generasi kedua yang progresif.
Di sini, seakan-akan kita dibawa kepada pemahaman yang luas bahwa masing-masing kita mesti memiliki tradisi pembentukan yang kukuh dan berwawasan.
Seperti yang dijelaskan tadi, jika kita perhatikan secara cermat dari ayat ini, kita akan menemui sebuah isyarat bahwa komunikasi antara generasi yang dibangun adalah komunikasi pengetahuan, yang kerana itu ianya seolah-olah mengajak kita untuk sentiasa membangunkan penerusan peradaban Islam dengan proaktif dengan membaca gagasan para ilmuan dan ulama’ generasi sebelum kita.

KETIGA : PENGUASAAN BAHASA ASING
“Dan dia berkata: "Wahai manusia, kami telah diberi pengertian tentang bahasa burung.” (QS An Naml : 16).
Jika kita ingin unggul dan memiliki pergaulan antarabangsa yang luas, maka penguasaan bahasa asing adalah suatu yang mutlak dan banyak manfaat yang boleh kita dapat di antaranya :
  1. Kita akan cepat menyerap informasi utama.
  2. Tidak mudah ditipu dan ditertawakan oleh bangsa lain.
  3. Kita dapat menyebarkan dakwah dan propaganda politik kebenaran.
Bahasa burung dalam ayat ini mengisyaratkan sebagai bahasa asing di luar bahasa yang boleh difahami oleh manusia biasa. Penguasaan bahasa asing menjadi kewajiban mutlak bagi aktivis gerakan Islam terutama bahasa induk Al-Qur'an yang membuatkan kita lebih cerdas.
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur'an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (QS Yusuf : 2)

Nampaknya penguasaan bahasa asing ini menjadi kewajiban yang mesti diprogramkan oleh gerakan Islam dalam pakej program “penghapusan buta bahasa asing di kalangan aktivis dakwah”.
KEEMPAT : PEMILIKAN SUMBER MANUSIA DAN ALAM SEMULAJADI
“Dan kami diberi segala sesuatu.” (QS An Naml : 16)
Kewujudan suatu sumber daya membuatkan kita lebih yakin untuk membangun sebuah prestasi dan kejayaan.
Nabi Sulaiman as diberikan oleh Allah berbagai sumber daya alam bermula dari angin yang boleh diperintah hingga ke daratan dan samudera laut, bahkan syaitan dan jin pun berada di bawah kendaliannya hingga dalam surah Shad kita mengetahui bagaimana syaitan yang mengabdi diri kepada Nabi Sulaiman bekerja sesuai dengan kelayakannya di bidang pembangunan dan penyelaman.
“Kemudian Kami tundukkan kepadanya angin yang berhembus dengan baik menurut ke mana sahaja yang dikehendakinya, dan (Kami tundukkan pula kepadanya) syaitan-syaitan semuanya ahli bangunan dan penyelam.” (QS Shad : 36-37)

Kebanyakan negara umat Islam adalah negara yang kaya raya samada sumber dari daratan dan lautannya. Di daratan terdapat berbagai potensi sumbernya dari potensi bawah tanahnya berupa  bahan galian emas hingga emas hitam (minyak) sehingga ke pelbagai potensi sumber di atas tanahnya. Begitu juga potensi lautan yang boleh digali hasilnya bila-bila sahaja tanpa terpengaruh dengan musim dan cuaca serta kekayaan yang dimilikinya dapat kita ambil bila-bila masa sahaja yang kita mahu.

Namun, jika kemudiannya pemanfaatannya tidak diimbangi dengan kepemilikan teknologi, maka adalah wajar jika ketahanan negara-negara tersebut sentiasa mampu dicerobohi.
Untuk itu, sumber manusia (human capital) adalah perkara yang asasi yang perlu dididik terlebih dahulu secara kompeten.

KELIMA : PENGURUSAN YANG CANGGIH
“Dan dihimpunkan oleh Sulaiman tenteranya dari jin, manusia dan burung lalu mereka itu diatur dengan tertib (dalam barisan).” (QS An Naml : 17)
Cuba kita bayangkan kerajaan ‘multinasional’ yang dibangunkan oleh Nabi Sulaiman adalah kerajaan atau organisasi yang ‘supersibuk’.
Mereka semuanya sibuk bekerja sesuai dengan peraturan-peraturan kerjanya masing-masing. Tentera atau para pegawai atau para aktivis yang bekerja dalam kerajaan Sulaiman ini bekerja dengan bersungguh-sungguh dan tiada seorangpun anggotanya yang berdiam diri.
Mungkin boleh kita buatkan perumpamaan bahwa jin, manusia dan burung tersebut merupakan simbol dari kualiti aktivis atau pegawai yang berbeza-beza, bekerja dengan tingkat kecepatan yang tinggi atau masing-masing bekerja sesuai dengan sektor atau segmen kelompoknya masing-masing.
Jika kita amati lebih mendalam, istilah 'diatur dengan tertib' yang digunakan oleh Al-Qur'an bukanlah sekadar diurus, melainkan ‘yuuza'un’ (diatur dengan tertib dalam suatu barisan yang kukuh).
KEENAM : KEPEKAAN SOSIAL YANG TINGGI
Nabi Sulaiman as sebagai raja tidak tinggal dan hanya duduk mengatur kerajaannya di atas kerusi empuknya, ia bahkan menghabiskan masa-masanya lebih banyak turun ke lapangan atau medan hingga ke negeri-negeri yang tandus tempat rakyatnya kekurangan air.
Kepekaan sosial ini juga melatih tenteranya untuk mampu mendapatkan ketahanan hidup di berbagai tempat. Perjalanan sosial inilah yang kemudiannya menghantarkan Sulaiman dan tenteranya tiba di sebuah lembah semut.
Di sini juga, kemudiannya berlakulah percakapan ’bahasa asing’ itu.
”Hingga ketika mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor semut, ”Wahai semut-semut! Masuklah ke dalam sarang-sarangmu agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tenteranya, sedangkan mereka tidak menyedari.” (QS An Naml :18)

KETUJUH : SIKAP BERDISIPLIN DAN KETEGASAN
Kerajaan antarabangsa yang dipimpin oleh Nabi Sulaiman as memiliki jadual-jadual khusus untuk melakukan koordinasi dan penilaian ke atas program kerajaannya. Bahkan Nabi Sulaiman pun memiliki sidang pleno yang menghadirkan para pegawai kerajaan seluruhnya di mana semua personaliti utama dipanggil dan undangan diwajibkan untuk datang tepat pada waktunya di mana jika mereka datang lewat dari waktu yang ditetapkan akan mendapat hukuman dari baginda sendiri.
Paradigma perusahaan atau kerajaan yang dipimpin oleh Nabi Sulaiman ini menyatakan bahwa ketidakhadiran atau keterlambatan adalah menjadi salah satu sebab yang akan mengganggu tenaga dan kemajuan perusahaan atau kerajaannya.
Perhatikanlah bagaimana Nabi Sulaiman begitu memperhatikan seluruh fungsi kerajaannya dan bahkan tidak sekadar memberikan ’perhatian’, lebih jauh lagi, beliau ’memeriksa’keberadaan mereka dengan begitu cermat.
Perhatikan ayat berikut :
”Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata, ”Mengapa aku tidak melihat Hud-Hud, apakah ia termasuk yang tidak hadir?” (QS An Naml : 20)

Di samping kerajaan Nabi Sulaiman yang memiliki tradisi kedisiplinan dan ketepatan waktu, beliau juga memiliki sikap yang tegas atas orang-orang yang tidak menjunjung tinggi hal-hal yang menyangkut kedisiplinan berdasarkan ayat berikut :
”Pasti akan aku azab (hukum) ia dengan azab (hukuman) yang berat atau benar-benar menyembelihnya, kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang jelas.” (QS An Naml : 21)
Dalam bahasa pengurusannya :
“Akan aku berikan hukuman atau aku pecat.”
KELAPAN : KETAATAN INDIVIDU PADA MISI DAKWAH ISLAM
Jika kita kembali membuat perbandingan kerajaan Nabi Sulaiman ini dengan pergerakan atau perniagaan, maka kita akan mendapati bahwa seluruh personaliti atau aktivisnya memiliki ketaatan terhadap misi gerakan atau perniagaan yang tinggi sehinggakan ke mana langkah kakinya diayunkan, maka langkah itu tidak terlepas dari misi yang dicanangkan oleh gerakan atau perniagaannya.
”Maka tidak lama kemudian (datanglah Hud-Hud), lalu ia berkata, ”Aku telah mengetahui sesuatu yang belum kau ketahui. Aku datang kepadamu dari negeri Saba’ membawa suatu berita yang meyakinkan.” (QS An Naml : 22)
Jika kita perhatikan dengan saksama, Hud-Hud sebagai burung kecil atau dalam konteks perniagaan ia tergolong sebagai pegawai bawahan, namun memiliki kesamarataan di hadapan rajanya sebagaimana gambaran ayat di atas.
Berikut adalah informasi yang didapati oleh Hud-Hud dalam perjalanannya ke negeri Saba’ :
”Sungguh ku dapati ada seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahkan segala sesuatu, serta memiliki singgahsana yang besar.” (QS An Naml : 23)
Lalu ia memberitahu fakta-fakta yang ia temui yang bertentangan dengan misi kerajaan Nabi Sulaiman iaitu ‘Tauhid’.
”Aku dapati dia dan kaumnya menyembah matahari, bukan kepada Allah; dan syaitan telah menjadikan terasa indah perbuatan-perbuatan (buruk) mereka, sehingga menghalangi mereka dari jalan (Allah), maka mereka tidak mendapat petunjuk. Mereka juga tidak menyembah Allah yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan yang mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan yang kamu nyatakan.” (QS An Naml : 24-25)
Menyedari akan kekhilafan Hud-Hud yang telah membesar-besarkan kelimpahan kekayaan dan kemegahan kerajaan Ratu Balqis, Hud-Hud pun menegaskan pernyataannya dengan berkata :
”Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia, Tuhan yang mempunyai singgahsana yang agung.”
Jika diperhatikan lebih jauh, kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia pada Tuhannya dalam ayat ini akan ikut mengganggu eko-sistem haiwan dan lingkungannya. Makhluk-makhluk ini akan merasa terganggu keseimbangannya akibat perilaku manusia yang menyimpang. Adalah wajar jika kemudiannya Hud-Hud menyatakan kebimbangannya kepada Nabi Sulaiman kerana di zamannya, Nabi Sulaimanlah yang peka terhadap kegundahan haiwan akibat kemaksiatan manusia itu.
Di sini kita mendapat hikmah bahwa burung-burung pun bersemangat ikut berdakwah dengan memberikan informasi pada Nabi Sulaiman.

KESEMBILAN : PENGESAHAN DAN PENYIASATAN
Dalam teori pertahanan, ada dua alat pertahanan yang sangat penting iaitu :
  1. Kekuatan fizikal yang meliputi persenjataan dan keanggotaan itu sendiri.
  2. Ketepatan maklumat.
Nabi Sulaiman sebagai raja yang mendapat maklumat baru dari Hud-Hud, tidak mudah percaya begitu sahaja bahkan beliau kembali menugaskan Hud-Hud untuk mengesahkan semula kebenaran maklumat itu dengan tindakbalas yang akan muncul ke permukaan menjadi sebuah peristiwa.
Bagi Hud-Hud, ini adalah ujian kejujuran, tapi bagi Nabi Sulaiman, ini adalah cara baginda membuat pengesahan kejujuran pegawainya dan pada masa yang sama Nabi Sulaiman pun membuat penyiasatan terhadap kebenaran fakta tersebut. Perhatikan ayat berikut :
”Dia (Sulaiman) berkata, ”Akan kami lihat, apa kamu benar atau termasuk yang berdusta.” Pergilah dengan (membawa) suratku ini, lalu jatuhkanlah kepada mereka, kemudian berpalinglah dari mereka, lalu perhatikan apa yang mereka bicarakan.” (QS An Naml : 27-28)
KESEPULUH : MUSYAWARAH
Sembilan tradisi di atas adalah tradisi yang unggul dari kerajaan Nabi Sulaiman. Al-Qur’an secara tersirat mencantumkan satu keunggulan budaya kerajaan yang dimiliki oleh ratu Balqis, iaitu tradisi syura.
Perhatikan ayat-ayat berikut :
”Dia (Balqis) berkata, ”Wahai para pembesar! Sesungguhnya telah disampaikan kepadaku sebuah surat yang mulia. Sesungguhnya (surat) itu dari Sulaiman yang isinya, ‘Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang. Janganlah engkau berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.’ ”Wahai para pembesar! Berilah aku pertimbangan dalam perkaraku (ini). Aku tidak pernah memutuskan sebuah perkara sebelum kamu memberi kesaksian.” (QS An Naml : 29 – 32)
Perhatikan dengan cermat bagaimana jawaban PARA PEMBESAR kerajaannya. Walaupun Balqis membuka peluang untuk sumbangsaran (brainstorming) dan bermusyawarah dalam persoalan-persoalan kerajaan, para pembesar itu tidak memiliki gagasan kecerdasan atau pengetahuan yang mantap atau informasi yang tepat yang diperlukan oleh kerajaan dalam memutuskan persoalan mereka.
Justeru yang nampak adalah sikap pragmatis yang tidak berasaskan kematangan berfikir pemilik peradaban.
”Mereka menjawab, ‘Kita memiliki kekuatan dan keberanian yang luar biasa (untuk berperang), dan keputusan ada padamu. Maka pertimbangkanlah apa yang akan engkau perintahkan.” (QS An Naml : 33)
Bandingkan dengan jawaban PEGAWAI Nabi Sulaiman, jawabannya lebih bervisi, mencerminkan sokongan kepada misi kebenaran gerakan, penuh gagasan dan informasi yang tepat.
Syura yang seperti inilah yang diharapkan. Keseimbangan dan kesamarataan antara‘mas’ul’ (ketua) dan ‘jundinya’ (anggotanya). Keputusan tidak sepenuhnya bergantung pada mas’ulnya tetapi juga dipikul tanggungjawabnya oleh ahli-ahli syura yang lain.
Kesamarataan antara raja dan pegawainya ini berasaskan kepada suatu kata kunci iaitu :
Keyakinan kepada suatu visi dan misi yang sama yang telah melekat dalam keperibadian mereka.
Dalam pengurusan organisasi moden di abad ke 21, terdapat sebuah gagasan bahwa organisasi yang ideal adalah organisasi yang seolah-olah tidak memerlukan pemimpinnya. Pergantian kepimpinan tidak akan dapat merubah misi besar pengurusan organisasinya. Di sini tidak ada kebergantungan pada seseorang individu.
Dalam pengalaman salah satu gerakan Islam terbesar ketika ini misalnya, ketiadaan Imam Hasan Al-Banna tidak mengurangkan atau membelokkan visi dan misi gerakan Ikhwan dari dakwahnya, bahkan semakin membesar sayapnya, begitu juga dengan gerakan Islam lainnya.
Kewujudan gerakan-gerakan Islam lebih disebabkan oleh misi besar peradaban yang menjadi obsesinya untuk menyelesaikan sebuah projek mega. Oleh yang demikian, walau siapapun pemimpinnya, mereka tetap komited dengan misi yang telah dicanangkan bersama.
Ya Allah, kurniakanlah ilmu dan kefahaman kepada kami sehingga kami mampu menggali segala pengalaman dan model peradaban yang telah dibangunkan oleh Nabi Sulaiman as sehingga akan lahirlah suatu peradaban yang kukuh yang tunduk dan menyerah kepada semua ketentuanMu. Permudahkanlah untuk kami mampu merealisasikannya dalam perancangan kehidupan kami di zaman kini.

No comments:

Post a Comment

Post Top Ad

Your Ad Spot

Laman-Laman